vcdiversity.org – Pada konferensi internasional terkini mengenai situasi Ukraina yang diselenggarakan di Swiss, baik Indonesia maupun Arab Saudi memilih untuk tidak menandatangani dokumen akhir. Arab Saudi menyatakan keberatannya terhadap penggunaan frasa yang menyebut Rusia bertanggung jawab atas “konflik berkelanjutan terhadap Ukraina” yang mengakibatkan “penderitaan dan kerusakan manusia yang luas”.
Selama pertemuan puncak di Swiss tersebut, Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan al Saud, mengungkapkan kekhawatiran terhadap penyebutan tersebut. Menurut laporan Al-Jazeera, Arab Saudi menegaskan dukungannya terhadap inisiatif perdamaian namun menekankan bahwa proses perdamaian yang efektif harus melibatkan Rusia.
Beberapa analis memprediksi bahwa Rusia mungkin akan diundang pada konferensi lanjutan yang lokasinya masih belum ditentukan. Arab Saudi, bersama dengan Turki, dianggap berpotensi menjadi tuan rumah untuk pertemuan lanjutan tersebut.
Arab Saudi berusaha menjaga posisi netral dalam konflik tersebut dan menghindari dikaitkan dengan dukungan terhadap salah satu pihak. Sebastian Sons, analis politik di Pusat Penelitian Terapan dalam Kemitraan dengan Timur (CARPO) di Bonn, menyatakan bahwa pendekatan Riyadh sejalan dengan kepentingan nasionalnya, dimana negara tersebut mengandalkan otonomi strategis dan berupaya menjalin hubungan dengan semua pihak untuk meningkatkan pengaruh diplomasi mereka.
Cinzia Bianco, ahli Arab Saudi di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa (ECFR), menyampaikan bahwa ada harapan dari Ukraina terhadap Riyadh, mengacu pada konferensi perdamaian sebelumnya yang melibatkan lebih dari 40 negara termasuk Cina di Jeddah pada Agustus 2023. Meskipun konferensi tersebut tidak menghasilkan kesepakatan konkret, pihak kerajaan telah merumuskan tujuan simbolis untuk menciptakan dasar bagi perdamaian.
Selain itu, Arab Saudi juga berusaha memperbaiki citra internasionalnya yang terkait dengan isu hak asasi manusia. Riyadh telah aktif dalam upaya mediasi tidak hanya untuk Ukraina, tetapi juga dalam konflik lain seperti perang di Gaza, dimana Menteri Luar Negeri Saudi berpartisipasi dalam pertemuan virtual dengan rekan-rekannya dari negara-negara lain di kawasan pada tanggal 3 Juni.
Di kancah lain, Arab Saudi juga menunjukkan minat dalam upaya mediasi di Sudan, yang mengalami konflik internal yang parah. Namun, dukungan Saudi terhadap militer pemerintah dalam konflik tersebut menimbulkan pertanyaan tentang pendekatan netral mereka.
Sebastian Sons berpendapat bahwa inisiatif diplomatik Saudi menunjukkan peningkatan kepercayaan diri negara dalam beberapa tahun terakhir, sementara Cinzia Bianco menambahkan bahwa Arab Saudi berambisi untuk mengonsolidasikan perannya sebagai kekuatan menengah dalam dunia multipolar, berupaya aktif dalam diskusi global tentang perdagangan, teknologi, energi, dan isu-isu iklim.